Meletusnya
Merapi yang berada di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa
Tengah pada 2010 lalu membawa cerita mitos amat kuat terhadap keberadaan
sosok Eyang Merapi, juru kunci Merapi Mbah Maridjan serta sosok Nyi
Roro Kidul yang merupakan anak dari Ibu Kanjeng Ratu Kidul sebagai
penguasa Pantai Laut Selatan.
Ada banyak cerita dibalik cerita saat terjadinya letusan gunung Merapi
pada November 2010 lalu. Hingga kini menjadi mitos dan catatan sejarah
warga. Tewasnya Mbah Maridjan sang juru kunci menjadi kejutan pasalnya
kematian Mbah Maridjan membawa kontroversi dan fakta sampai saat ini
masih dicari kebenarannya.
Kematian Mbah Maridjan bersama Fajar seorang wartawan media online di
ruang belakang atau dapur rumahnya dalam posisi sujud, menggunakan kain
sarung dan menghadap ke Pantai Laut Selatan, tempat bersemayamnya anak
sang penguasa Laut Selatan, Nyi Roro Kidul. Sering menjadi pergunjingan
dan pembicaraan terkait posisi kematianya dalam kondisi sembah sujud.
Saat itu awalnya banyak warga sekitar menyatakan bahwa kematian Mbah
Maridjan saat dirinya sujud dan salat untuk menghadap yang Maha Kuasa.
Namun, sebagian warga lain setelah berpikir di dekat rumah Mbah Maridjan
di Dusun Kinahrejo, Kecamatan Cangkringan, Sleman ada sebuah masjid
yang sering digunakan Mbah Maridjan salat. Kenapa dia tidak salat saat
rumahnya diterjang awan panas atau wedhus gembel?
Ceritapun berkembang, usut punya usut Mbah Maridjan sujud menghadap ke
pantai Laut Selatan di mana sang penguasanya Ibu Kanjeng Ratu Kidul dan
Nyi Roro Kidul bersemayam. Menurut beberapa warga dan para "orang
pintar" yang mengerti dunia metafisika keberadaan pantai Laut Selatan
kait eratanya dengan gunung teraktif di dunia itu.
Raja Mataram, Panembahan Senopati awal penguasa Kraton Solo dan Kraton
Yogyakarta mempunyai seorang ayah dan guru sampai kini bersemayam di
puncak Merapi. Konon dipanggil dengan nama Eyang Merapi atau sering
disebut Loh Toyo.
Hubungan spiritual antara Panembahan Senopati dengan Nyi Roro Kidul
terjadi setelah mendapatkan restu dari ayahanda Loh Toyo sang penguasa
Merapi. Keserakahan dan kemurkaan terjadi dari kurun waktu berabad-abad
mengakibatkan kerusakan di sekitar Merapi.
Terutama kerusakan moral dan spiritual di sekitar wilayah provinsi
Yogyakarta dan sekitarnya kini sudah menjadi daerah pendidikan dengan
segala masalahnya. Selain sudah menyimpang dari ajaran dan tidak sesuai
adat dan budaya sejarah nenek moyang dan leluhur juga penuh dengan
orang-orang pendatang tidak menghormati Kerajaan lagi.
"Loh Toyo adalah sosok ayah, pembimbing dan sekaligus pelindung kerajaan
Mataram. Pesan-pesan leluhur kerajaan Mataram datang dari Loh Toyo ke
sang anak Panembahan Senopati sekaligus murid tak dipegang teguh lagi.
Kini sudah pecah, berkembang dan menjadi wilayah penuh kenistaan dan
rusak," ungkap "BR" spiritualis yang biasa dikenal dengan nama Kyai
Bolong ini.
Hubungan Loh Toyo dan Ibu Kanjeng Ratu Kidulpun semakin kuat dan sampai
saat ini masih terjalin. Jika Merapi bergejolak, maka laut pun
bergoyang. Terbukti, pada bulan Mei 2006, erupsi Merapi sempat terjadi
berulang-ulang namun setelah Mbah Maridjan sang juru kunci naik ke
lereng Merapi dan memohon doa Merapi tidak erupsi.
Malah yang terjadi hantaman ombak pantai Laut Selatan menggoyang Daerah
Istimewa Yogyakarta mengakibatkan ribuan korban berjatuhan . Bahkan
sempat muncul isu terjadinya tsunami membuat keresahan warga Yogya namun
tidak terbukti.
"Mbah Maridjan menjadi seorang sosok penyelamat bagi masyarakatnya. Tapi
ibarat pepatah Jawa "melik nggendong lali". Dia (Maridjan) jadi sosok
tokoh terkenal. Saking terkenalnya akhirnya dia menjadi lupa akan titah
dan keperkasaanya," ungkap Mbah Diur seorang spiritualis Merapi tinggal
di Dukun, Magelang, Jateng.
Fenomena alam itu yang diibaratkan peringatan warga sekitar Merapi pun
kembali terjadi. Sebelum erupsi Merapi 2010 terjadi, muncul pertanda
kepulan asap sulvatara membentuk kepala menyerupai tokoh pewayangan
salah satu Punokawan yaitu Mbah Petruk. Namun tanda-tanda kekuasaan alam
tidak digubris oleh sang pemimpin.
Malah di beberapa kesempatan di media sang raja menyatakan bahwa
penampakan kepala Mbah Petruk adalah kepala pinokio. Masyarakat pun
kecewa, terutama berada dilereng Merapi. Akhirnya, erupsi Merapi terjadi
di tahun 2011.
Amukan sang Merapi tak dapat terbendung. Mbah Maridjan berupaya meminta
ampun dan permohonan untuk kesekian kalinya tidak diloloskan dan
dipenuhi. Sebelum tewas konon sebelum bersujud ke arah laut Pantai
Selatan ke persemayaman Nyi Roro Kidul beserta Ibu Kanjeng Ratu Kidul
Mbah Maridjan bersujud ke arah gunung. Maridjan meminta doa dan
permohonan kepada sang Loh Toyo alias Eyang Merapi untuk menunda
meletusnya.
Namun, saat Mbah Maridjan bersembah sujud ke arah pantai Laut Selatan
tempat sang penguasa Ibu Kanjeng Ratu Kidul dan anaknya Nyi Roro Kidul
bersemayam permohonan tak dikabulkan. Malah Mbah Maridjan ikut disapu
oleh erupsi dihempas awan panas beserta beberapa dan wartawan yang
meliput dirumahnya di Kinahrejo, Cangkringan, Sleman.
"Sampai saat ini kematian Mbah Maridjan menjadi kasak kusuk dan mitos
rahasia umum apakah dia benar mati karena awan panas atau ritual khusus
yang membuatnya harus meninggalkan dunia fana ini," pungkas Mbah
Diur.[has]
0 Komentar
Berharap memberi masukan untuk lebih baik lagi