Masyarakat Asia - khususnya bagian
Timur - sangat akrab dengan bambu sejak berabad lampau. Selain
multiguna, bambu juga menjadi bagian
dari mitos bangsa Asia. Beberapa diantaranya sebagai berikut.
Jepang
Pada
zaman dahulu, hiduplah sepasang kakek dan nenek. Sang Kakek bekerja
dengan mengambil bambu dari gunung lalu membuat keranjang atau wadah
dari bambu, orang-orang menyebutnya Kakek Pengambil Bambu.
Pada
suatu hari, ketika kakek itu masuk ke belukar bambu seperti biasanya,
terlihat cahaya yang silau entah dari mana. Ia melihat kesekelilingnya,
ternyata ada sebatang bambu yang berkilau emas.
Kakek
merasa aneh, lalu mencoba memotong bambu itu. Terlihat anak perempuan
yang mungil dan manis tengah duduk di dalam bambu yang telah di potong
itu.
Kakek mengambil anak perempuan itu kedalam tangannya, lalu membawanya pulang dengan hati-hati.
“Pasti tuhan memberikannya untuk kita yang tidak punya anak.”
“Wah, benar-benar anak yang sangat manis.”
Kakek dan nenek itu menamakannya Putri
Kaguya dan mencurahkan kasih sayangnya kepada Putri Kaguya.
Sejak
mulai merawat Putri Kaguya, Kakek selalu menemukan bambu yang
berkilau-kilauan emas setiap kali ia pergi kegunung. Jika bambu itu
dipotong, didalamnya terdapat gundukan emas. Oleh karena itu, kakek
menjadi sangat kaya.
Singkat
cerita, setelah dewasa banyak pemuda ingin melamar Kaguya. Namun, tak
seorang pun diterimanya. Hingga akhirnya Putri Kaguya kembali ke bulan.
“Ah,
saya ingin selalu ada di dekat kakek dan nenek, tetapi saya harus
pulang ke bulan. Saya adalah makhluk yang berasal dari kota besar di
bulan.”
Vietnam
Sebuah legenda kuno Vietnam bercerita tentang seorang petani muda miskin yang jatuh cinta dengan putri seorang tuan tanah .
Sang
tuan tanah berupaya menggagalkan hubungan cinta tersebut dengan
mengajukan syarat: Petani muda tersebut harus membawa seratus simpul
dari pohon bambu. Untunglah, muncul Sang Buddha yang memberi bantuan.
Saat
petani menagih janjinya, tuan tanah tersebut penasaran dan ingin
melihat hasil simpul dari bambu yang menjadi panjang. Anehnya, sang tuan
tanah menyatu dengan simpul bambu sampai ia mau merestui hubungan
putrinya dengan petani miskin tadi.
Karena itulah, masyarakat Vietnam percaya bambu sebagai simbol ikatan perkawinan yang sukses dan tahan lama.
Burma
Di
Burma, terdapat kisah legenda seorang gadis kecil yang berasal dari
tangkai bambu, lalu ia tumbuh dewasa menjadi seorang perawan cantik.
Filipina
Mitos
bambu juga hidup di Filipina, kisah tentang asal-usul penciptaan
laki-laki dan wanita pertama di dunia, Sikalak dan Sikabayan.
Mereka
lahir dari batang bambu yang ditanam di taman surga oleh Dewa Kaptan.
Mereka ditanam untuk merawat taman surga tersebut. Namun, mereka jatuh
cinta.
Sayangnya, karena masih terkait ikatan saudara berarti
tidak boleh menikah. Mereka pun meminta saran pada ikan tuna, burung
merpati, dan bumi.
Saran terakhir mengatakan bahwa “dunia
haruslah dihuni manusia,” maka mewujudlah mereka menjadi manusia, dan
akhirnya mereka pun menikah dan menetap di bumi (Piper, 1992: 62-64).
India
Kepercayaan Hindu di India punya cerita lain lagi.
Alkisah,
seorang wanita cantik bernama Murala, wanita dari kasta Bangsawan ingin
menikah dengan seorang pria yang ternyata berkasta lebih rendah dari
dirinya. Karena merasa tertipu dan kecewa dengan ketidaksetaraan kasta
tersebut, Murala lalu memanjatkan doa kepada Dewa Wishnu.
Setelah
mendapatkan jawaban atas doanya itu, Murala mendaki tumpukan kayu
bakar, lalu membakar dirinya. Bambu pertama dimitoskan tumbuh dari
tebaran abu kremasi Murala itu.
Sunda
Dalam
kebudayaan Sunda yang berbudaya agraris dengan sumber pangan pokok padi
(pare), hubungan bambu dengan mitos kesuburan itu pun hidup. Di
daerah-daerah yang warganya bertani, lahan-lahan pertanian ada yang
disisihkan sebagian untuk ditanam bambu. Mitos terhadap Nyai Pohaci
sebagai lambang dewi padi, hidup di tengah-tengah masyarakat adat Sunda.
Untuk
menolak bala (nyinglar) hama dalam kegiatan mengolah lahan pertanian di
sawah dan huma, orang Sunda lama mencipta syair dan lagu sebagai
persembahan terhadap Nyai Pohaci. Syair-syair itu dalam perkembangannya
disertai tumbukan bunyi antarbatang bambu yang dibuat untuk Nyai Pohaci,
sebagai perlambang dewi kesuburan.
Tumbukan
bunyi antar batang bambu itu dilakukan sebagai ritus panen padi di huma
(ladang) sebagaimana dilakukan di masyarakat adat Kanekes, Baduy
(Admadibrata dkk, 2006: 4).
Dalam
tradisi macam demikian, alat musik bernama angklung kerap diasosiasikan
untuk digunakan dalam ritual panen beras (Piper, 1989: 68). Misalnya di
Banten Selatan, orang-orang Baduy memiliki kebiasaan menggoyangkan tiga
atau empat angklung ketika menyelesaikan pekerjaan huma sérang, seperti
menyucikan lahan yang dapat ditanami pada saat festival kawalu (Kunst,
1973: 363).