Kompleks Makam Imogiri dibangun sekitar tahun 1632 oleh Sultan Agung,
raja terbesar Mataram yang beragama Islam. Walau begitu, bangunan makam
ini memiliki corak peninggalan Hindu yang kental.
Imogiri
dilingkupi legenda, mistis dan budaya Jawa yang kental. Konon menurut
cerita, pembangunan makam ini atas petunjuk tokok penyebar agama di
Jawa, Sunan Kalijogo.
Keinginan pembangunan makam ini muncul saat
Sultan Agung menunaikan ibadah haji di Makkah dan melihat makam nabi.
Dia juga terinspirasi usai melakukan ibadah jumroh melempar batu untuk
mengusir setan atau iblis di Padang Arafah.
Sultan pun pulang dan
mencari lokasi makam dengan cara melempar batu. Batu itu jatuh mengarah
ke sebuah kawasan pegunungan Seribu di wilayah Bantul. Akhirnya
dibangunlah makam Imogiri di Bantul.
Dari gaya dan tipe
bangunannya, pada bagian pintu gerbang makam dibuat dari susunan batu
bata merah tanpa semen yang berbentuk candi Bentar. Menunjukan adanya
pengaruh agama Hindu.
Selasar bangunan serta bagian bangunan di
sekitar batu nisan makam, menunjukkan ajaran Islam. Selain itu budaya
Jawa juga tercermin.
Ada tempat sesaji yang khusus berada di
bagian kanan kiri batu nisan makam raja-raja. Hal itu diperuntukkan bagi
tempat ziarah anak-cucu sang raja. Sebagai bentuk bhakti orang Jawa
terhadap leluhurnya.
Perlakuan dan pemeliharaan makam Imogiri pun
tergolong sangat istimewa dan sangat khusus. Perawatan dilakukan oleh
para abdi dalem keraton Ngayogyokarto Hadiningrat dan oleh keturunan Sri
Sultan Hamengkubuono dan Raja Pakubuono.
Termasuk memasuki makam
raja-raja Mataram jelas tidak sama dengan memasuki pemakaman umum.
Untuk masuk ke makam Sultan Agung, maka selain harus mengenakan pakaian
adat Jawa, pengunjung juga harus melepas alas kaki. Mereka juga harus
melalui tiga pintu gerbang.
Bahkan yang bisa langsung berziarah
ke nisan para raja itu pun terbatas pada keluarga dekat raja atau
masyarakat lain yang mendapat izin khusus dari pihak Kraton Yogyakarta
dan Kraton Surakarta.
Oleh karena itu, peziarah awam yang tidak
siap mengenakan pakaian adat Jawa, terpaksa hanya bisa melihat pintu
gerbang pertama yang dibuat dari kayu jati berukir dan bertuliskan huruf
Jawa berusia ratusan tahun, dengan grendel dan gembok pintu kuno.
Hanya
para juru kunci pemakaman itu yang bisa membuka gerbang tersebut.
Masyarakat awam bisa melihat 'isi di balik pintu gerbang pertama, ketika
keluarga raja datang. Saat itu, pintu gerbang dibuka lebar, dan
masyarakat bisa melongok sebentar sebelum gerbang itu ditutup. Hanya
sesaat. Hal itu pula yang menyebabkan misteri makam raja Mataram tetap
terpelihara.
Raja-raja jaman dahulu sebagian besar bersifat
sentralistik, dalam segala aspek kehidupan mengacu kepada kekuasaan
tunggal yaitu Sang Maharaja. Tempat pemakamannya pun sudah dipersiapkan
jauh-jauh hari dengan megah.
Makam ini terletak di atas
perbukitan yang juga masih satu gugusan dengan Pegunungan Seribu.
Pengunjung akan disambut oleh para Pemandu Wisata yang sudah siap
mengantar.
Setelah pintu masuk, di sebelah kiri ada bangunan
masjid yang cukup megah. Masjid Ngarso Dalem ini biasa digunakan untuk
mensalatkan jenazah para raja sebelum dibawa ke atas bukit untuk
dimakamkan.
Setelah melewati 454 tangga, baru masuk pintu ke II, Di pintu II ini ada 3 bangsal;
Pertama,
Bangsal Sapit Urang adalah bangsal yang dipergunakan oleh para abdi
dalem keraton Jogja. Yang kedua adalah Bangsal Hamengkubuwono untuk para
Raja Yogyakarta; dan yang ketiga adalah Bangsal Pakubuwono untuk para
Raja dari Keraton Solo.
Seperti kita ketahui pada masa Amangkurat
V (1677) Mataram mengalami perpecahan dan akhirnya dibuatlah Perjanjian
Giyanti yang membelah Mataram jadi II, yaitu Kasunanan Pakubuwono
(Solo) dan Kasunanan Hamengkubuwono (Yogyakarta).
Di pintu masuk,
tempat pemakaman masih dibagi lagi menjadi tiga bagian. Makam utama;
yaitu makam Sri Paduka Sultan Prabu Hanyokrokusumo, Amangkurat II,
Amangkurat III beserta masing-masing satu permaisurinya.
Sayap
kiri terdiri dari; Pakubuwono I, Amangkurat Jawi dan Pakubuwono III.
Sayap kanan terdiri dari: Ratu-ratu solo, Pakubuwono III beserta selir
dan permaisurinya.
Saat mengunjungi makam, pengunjung akan
mendapat petunjuk dari juru kunci untuk mengikuti aturan. Banyaknya
pengunjung mengakibatkan pengelola makam untuk melakukan pengawasan
ekstra ketat.